Nama lengkapnya adalah KH. Abdul Rasyid Ramli, lahir dari pada tahun 1922 di Kampung Mangga, Tanjung Priok dari keluarga sederhana. Ayahnya bernama H. Ramli bin H. Sa`inan dan ibunya bernama Hj. Jahariah binti H. Jahari (dikenal dengan nama Guru Ja`ang). Ayahnya pernah bermukim di kota Makkah, Arab Saudi selama tiga tahun untuk mengaji dan sekembalinya ke tanah air, ia menikah dan pasangan ini menjadi guru mengaji di kampungnya.
Di masa kecil, orang tuanya menyerahkan Rasyid “kecil” kepada Tuan Guru Nausin untuk mengaji sampai usia baligh. Selesai mengaji dari Tuan Guru Nausin, ia melanjutkan mengaji sekaligus mondok di Madrasah Islam Wal Ihsan yang dipimpin dan diasuh oleh KH. Abdul Salam bin H. Hasni yang dikenal oleh masyarakat Betawi dengan nama panggilan Guru Salam Rawa Bangke (kini Rawa Bunga), Jatinegara selama 6 tahun.
Selesai mondok di Rawa Bangke, Mu`allim Rasyid meneruskan perjalanan ngajinya di Musholla Bapak Ni`ung, Sindang, Tanjung Priok dengan pengajarnya Guru Abdul Madjid Tanah Abang, Kyai Usman Perak dan Mu`allim Thabrani Paseban. Mu`allim Rasyid juga mengaji kepada Mu`allim Arfan Baroja Pekojan, al-Habib Ali Bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang, KH. Abdullah Syafi`i, KH. Zahruddin Ustman, KH. Hasbiallah Klender, KH. Noer Alie Bekasi dan Guru Manshur Jembatan Lima.
Pada saat ia mengaji di Guru Manshur Jembatan Lima terjadi peristiwa bersejarah yang menjadikannya saksi hidup dan peristiwa ini sering dijadikannya bahan cerita saat berbincang-bincang dengan para kyai dan ustadz, seperti kepada KH. Saefuddin Amsir. Yaitu, berkunjungnya hadratus syeikh KH. Hasyim Asy`ari, pendiri dan tokoh NU, ke kediaman Guru Manshur Jembatan Lima untuk berkonsultasi karena beliau berniat untuk meninggalkan NU. Guru Manshur kemudian memberikan saran agar KH. Hasyim Asy`ari tidak meninggalkan NU.
Pada masa tuanya sampai ia sakit pun, ia masih terus mengaji dengan: al-Habib Syekh Al-Jufri Al-Fudhola, di Jalan Dobo, Jakarta Utara, Mu`allim KH. Syafi`i Hadzami di Kebon Nanas yang kemudian berpindah tempat di Kali Malang Jakarta Timur, al-Habib Ali Bin Abdurrahman As-Segaf di Majelis Ta`lim Al-`Afaf, Tebet, Jakarta Selatan.
Selain mencintai ilmu, Mu`allim Rasyid pun peduli akan pendidikan untuk generasi penerus. Di saat mudanya, ia mulai membuka madrasah yang diberi nama sama dengan yang dimiliki oleh Guru Salam, yaitu Madarasah Islam Wal Ihsan. Ia juga membimbing dan mengasuh majelis ta`lim-majelis ta`lim untuk kaum ibu dan bapak yang semuanya berjumlah 20 buah dan tersebar di wilayah Tanjung Priok. Kemudian, ia mewakafkan tanahnya seluas 5000 M2 untuk pendidikan formal dengan badan hukum yayasan yang bernama Yayasan Ar-Rasyidiyyah yang resmi berdiri pada tahun 1976 di daerah Kampung Mangga, Tugu Selatan, Jakarta Utara. Pada saat ini, Yayasan Ar-Rasyidiyyah telah menyelenggarakan TK Islam, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah dan Majelis Ta`lim yang digelar setiap malam Ahad dibawah bimbingan KH. Fachrurrozi Ishaq dan KH. Drs. Saifuddin Amsir.
Selain berkarya di bidang pendidikan, ia juga seorang penulis yang produktif dalam bidang Ilmu Tajwid dan tulisan-tulisan khutbah yang semuanya di dalam bahasa Arab Melayu. Kini, tulisan-tulisannya yang berupa manuskrip yang berjumlah 30 (tiga puluh) buah tersimpan di Jakarta Islamic Centre (JIC), sebagian lagi masih berada di tangan ahli waris. Ia wafat di kediamannya di Kampung Mangga, Tugu Selatan, Jakarta Utara pada hari Sabtu jam 21.05 WIB, tanggal 5 Safar 1427H atau bertepatan dengan tanggal 4 Maret 2006 di usia 84 tahun dengan meninggalkan seorang istri, 6 orang anak, 16 cucu dan 3 cicit. Kini, perjuangan beliau diteruskan oleh putranya, KH. Achmad Habibi HR, yang sekaligus salah seorang murid Betawinya. ***