Bismillahirrahmanirrahim
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya pada tanggal 5 Syawwal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 12 Januari 2000 M, yang membahas tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati, setelah :
Menimbang:
- Bahwa zakat adalah rukun Islam yang ketiga yang berbentuk ibadah amaliyah ijtima’iyyah (berdimensi ekonomi dan sosial) yang memiliki fungsi dan peranan sangat strategis dalam syari’at Islam.
- Bahwa zakat tidak hanya berfungsi untuk medekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi sarana untuk membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat yang tercela seperti kikir, rakus dan egois. Di samping itu, zakat juga dapat memberikan solusi terhadap problema kemiskinan yang menimpa umat manusia, memeratakan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan n
- Bahwadi dalam al-Qur’an, perintah untuk membayar zakat disebutkan sebanyak 32 kali dan sebagian besar disebutkan beriringan dengan perintah untuk mendirikan shalat. Bahkan, jika digabung dengan perintah untuk memberikan shodaqoh, infaq untuk kebaikan dan anjuran memberi makan kepada fakir miskin, mencapai 115 kali. Sementara itu kata-kata shalat (dalam segala bentuknya baik dalam bentuk kata benda maupun kata kerja), hanya disebut sebanyak 67 kali, puasa (shiyam/shaum) 13 kali dan haji 10 kali. Hal ini menunjukkan, bahwa kesalehan sosial seseorang yang dimanifestasikan dalam bentuk pemenuhan membayar zakat, infaq dan shodaqoh tidak kalah pentingnya dibanding dengan kesalehan individual yang dimanifestasikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah shalat, puasa dan haji.
- Bahwa pada zaman dahulu, –sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab fiqh klasik–jenis harta benda yang wajib dizakati sangat terbatas sehingga jika diterapkan apa adanya, banyak harta benda yang muncul pada masa kini tidak wajib dizakati.
- Bahwa pada zaman modern sekarang ini, telah muncul berbagai jenis profesi baru yang sangat potensial dalam menghasilkan kekayaan dalam jumlah besar yang belum dijelaskan ketentuan zakatnya secara sharih (jelas) dalam al-Qur’an, as-Sunnah dan kitab-kitab fiqih klasik sehingga memerlukan fatwa para ulama.
- Bahwa masih banyak harta benda yang belum dikenakan zakat karena masih terbatasnya pengertian umat Islam tentang jenis harta benda yang wajib dizakati.
- Bahwa untuk memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati, MUI Provinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk mengeluarkan Fatwa tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati.
Mengingat:
- Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
- Pokok-Pokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
- Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan:
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 5 Syawwal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 12 Januari 2000 M, yang membahas tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati.
Memutuskan:
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya memfatwakan sebagai berikut:
- Bahwa jenis-jenis harta benda yang wajib dizakati pada zaman modern sekarang ini, sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Yusuf al-Qardlawai dalam kitabnya “Fiqh az-Zakat” adalah sebagai berikut :
a. Adz-Dzahab wa al-Fiddlah, yakni emas dan perak, termasuk batu permata, intan, berlian, dan logam mulia.
b. Ats-Tsarwah al-Hayawaniyah (Kekayaan berupa hewan). Hal ini tidak terbatas pada onta, sapi (kerbau) dan kambing (domba), tetapi meliputi seluruh hewan yang halal diternakkan, termasuk ayam ternak, itik ternak, dan burung ternak yang diperdagangkan.
c. Ats-Tsarwah az-Ziro’iyyah (Kekayaan hasil pertanian). Hal ini tidak hanya terbatas pada padi, jagung, gandum, anggur dan kurma saja, tetapi meliputi seluruh hasil pertanian yang bernilai ekonomis dan dapat diperdagangkan. Seperti cengkeh, tebu dan palawija.
d. Ats-Tsarwah at-Tijariyah, meliputi seluruh barang-barang yang sah dan dapat diperdagangkan.
e. An-Nuqud (mata uang/uang kertas). Seperti rupiah, ringgit, dolar, riyal dan dinar. Termasuk uang simpanan, tabungan, deposito, dan surat-surat berharga.
f. Al-Muntajat al-Hayawaniyah wa az-Zira’iyyah (Barang yang diproduksi/dihasilkan oleh hewan atau dari tumbuh-tumbuhan). Seperti susu, madu lebah, gula dan permen.
g. Ats-Tsarwah al-Ma’daniyah wa al-Bahriyah (Kekayaan yang berupa hasil pertambangan dan hasil laut). Seperti minyak, mineral, batubara, ikan dan tambak udang.
h. Al-Mustaghallat (Kekayaan yang berupa hasil industri dan perusahaan). Seperti industri mobil, property, tekstil, garmen, industri pariwisata, penyewaan hotel, losmen, motel, rumah, ruko, dan sebagainya.
i. Kasb alAmal wa al-Minhah al-Hurrah (gaji, honorarium, upah, komisi, uang jasa, hadiah dan sebagainya), yang lazim dikenal dengan zakat profesi.
j. Al-Asham wa as-Sanadat (Saham dan Promes/Surat Perjanjian Utang).
Adapun dasar hukum atas wajibnya zakat beberapa jenis harta benda diatas adalah sebagai berikut :
- Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣)
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. QS. At-Taubat (9:103)
2. Firman Allah SWT dalam surat adz-Dzariyat ayat 19 :
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (١٩)
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”. QS. Adz-Dzariyat (51: 19)
3. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267-268 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٢٦٨)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. QS. Al-Baqarah (2: 267-268).
4. Firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 8 :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul–Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”. QS. Al-Hasyr (59: 7)
k. Firman Allah SWT dalam surat an-Nur ayat 56 :
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (٥٦)
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”. QS. An-Nur (24: 56)
l. Firman Allah SWT dalam surat al-Ma’arij ayat 19-23 :
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (١٩)إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (٢٠)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (٢١)إِلا الْمُصَلِّينَ (٢٢)الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ (٢٣)وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (٢٤)لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (٢٥)
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. QS. Al-Ma’arij (70: 19-25)
m. Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 34-35:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (٣٥)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. QS. At-Taubah (9:34-35)
- Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan al-Imam ath-Thabrani, sebagai berikut:[1]
إِنَّ اللهَ اِفَتَرَضَ عَلَى أَغْنِيَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ صَدَقَةً تُغْنِى فُقَرَاءَ هُمْ وَلَنْ تُوْجَدَ الْفُقَرَاءُ جاَعُــْوا أَوْ عَرَوْا إِلاَّ بِماَ يَصْنَعُ أَغْنِيَاؤُهُمْ. أَلاَ وَإِنَّ اللهَ سَيُحاَسِبُهُمْ حِساَباً شَدِيْداً أَوْ يُعَذِّبُهُمْ عَذاَباً أَلِيْماً )رواه الطبراني(
“Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan zakat kepada orang-orang muslim yang kaya, yang dengan zakat tersebut diharapkan dapat menanggulangi (mencukupi) kebutuhan orang-orang fakir miskin.Apabila ada orang-orang miskin yang menderita kelaparan atau tidak memiliki pakaian, maka hal itu semata-mata karena ulah orang-orang kaya yang tidak mau membayar zakat. Ingatlah sesungguhnya Allah SWT akan menghisab dan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”.
- Pendapat sahabat Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibn Umar, Mujahid, Atho’, Ikrimah Sa’id ibnu Jbir, Muhammad ibn Ka’ab, al-Hasan, Qotadah, al-Qasim, Salim, Atho’ al-Khurasani, ar-Rabi’ ibn Anas dan para pakar tafsir yang lainnya, bahwa yang dimaksud dengan al-‘afwu dalam surat al-Baqarah ayat 219 adalah al-fadlu atau harta benda yang melebihi kebutuhan primer.[2] Berdasarkan penafsiran para pakar tafsir di atas dapat disimpulkan, bahwa harta benda yang wajib dizakati adalah harta benda yang melebihi kebutuhan primer.
2. Pendapat Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, ath-Thariq dan al-Baqir, bahwa seseorang yang memiliki harta benda yang telah mencapai satu nisab, seketika itu wajib membayarkan zakatnya sebesar 21/2 0/0.[3]
3. Pendapat Dr. Mohammad Yusuf al-Qardlawi, bahwa pengertian al-amwal yang disebutkan di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW adalah; segala sesuatu yang disenangi manusia untuk dimiliki dan dipelihara, seperti unta, sapi, domba, tanah, pohon kurma, emas dan perah. Hanya saja, pada umumnya orang-orang desa mengartikan harta benda dengan binatang ternak, sedangkan orang kota mengartikannya dengan emas dan perak. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Ibnu Atsir yang mengatakan, bahwa emas dan perak yang dimiliki oleh seseorang. Akan tetapi pengertian tersebut berkembang meliputi segala sesuatu yang dimiliki dan dipelihara oleh seseorang.[4]
4. Pendapat para pakar hukum Islam (fuqaha’). Mereka berbeda pendapat tentang definisi “harta benda” menurut tinjauan syari’at Islam. Menurut para ulama madzhab Hanafi, pengertian “harta benda” adalah segala sesuatu yang dapat diperoleh, dikuasai dan dimanfaatkan menurut cara yang biasa. Sementara itu para ulama madzhab Syafi’I, Maliki dan Hambali memberikan definisi bahwa, “harta benda” adalah segala sesuatu yang mengandung nilai manfaat (nilai komersial). Sehubungan dengan pendapat para ulama madzhab Syafi’I, Maliki dan Hambali di atas, maka para pakar hukum positif (ahli perundang-undangan) memasukkan segala sesuatu yang mengandung nilai manfaat (nilai komersial) seperti hak cipta, hak paten dan sebagainya ke dalam pengertian “harta benda”. Dengan demikian, pengertian (harta benda) menurut para pakar hukum positif lebih luas dibanding pengertian “harta benda” menurut para pakar hukum Islam. Sungguh pun demikian, menurut hemat kami (Dr. Mohammad Yusuf al-Qardlawi) definisi “harta benda” yang dirumuskan oleh para ulama madzhab Hanafi lebih sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh para pakar Bahasa dan lebih memungkinkan untuk diaplikasikan pada nash-nash al-Qur’an dan hadits tenang zakat. Karena harta benda yang kongkretlah yang dapat diambil, dibagi-bagikan dan diserahkan kepada para mustahiq atau disimpan di Baitul Mal. Sementara itu, hak-hak yang mengandung nilai komersial seperti hak cipta dan hak paten tidak dapat diperlakukan seperti itu.[5]
Beberapa jenis harta yang wajib dizakati di atas, dapat berbentuk hal-hal sebagai berikut:
- Usaha-usaha untuk mengembangkan modal, seperti:
- Jual beli rumah, membeli rumah untuk disewakan atau dikontrakkan dan lain-lain.
- Perusahaan alat transportasi; taksi, bis kota dan lain-lain.
- Menanam tanam-tanaman dan atau pertanian untuk diperdagangkan hasilnya, seperti cengkeh, durian, dukuh, salak, tanaman anggrek dan lain-lain.
- Perdagangan hasil-hasil laut, seperti ikan, mutiara dan lain-lain.
- Usaha-usaha perindustrian seperti pabrik mobil, pabrik minuman dan lain-lain.
- Usaha-usaha dalam industri kepariwisataan, seperti hotel, motel dan lain-lain.
Catatan: Nishab dan haul point 1 s/d 6 sama dengan nishab dan haul tijarah, kecuali jika modal usana tersebut digunakan untuk membeli rumah atau toko atau benda lain yang dikembangkan dengan cara dikontrakkan atau disewakan dan tidak diperdagangkan, maka zakatnya harus dibayarkan ketika menerima uang sewaan atau kontrakkan, jika uang sewaan atau kontrakkan yang diterima telah mencapai nishab. Adapun prosentase zakat yang harus dibayarkan adalah 21/2 0/0 dari jumlah uang yang diterima.
2. Gaji/Honor/Jasa/Komisi:
- Gaji, honor dan pendapatan lain yang tidak tetap yang diperoleh secara halal, apabila waktu penerimaannya cukup senishab (senilai dengan harga 96 gram emas), maka wajib dibayarkan zakatnya pada waktu menerima, tanpa menunggu haul. Pendapat ini disampaikan oleh sahabat Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas,Atho’, ath-Thariq dan al-Baqir
- Gaji, honor dan pendapatan lain yang bersifat tetap, serta komisi, jasa dan pendapatan lain yang tidak tetap yang diperoleh secara halal, apabila waktu penerimaannya belum cukup senishab (senilai dengan harga 96 gram emas), tetapi setelah dipotong kebutuhan harian primer masih tersisa, maka apabila jumlah sisanya dalam setahun cukup senishab, wajib diluarkan zakatnya 21/2 0/
3. Perhiasan wanita:
- Perhiasan wanita (emas, perak, mutiara, berlian dan lain-lain) yang telah cukup nishab, jika dimaksudkan semata-mata untuk perhiasan kaum wanita secara wajar, hukum zakatnya adalah khilaf; ada ulama yang mewajibkan dan ada pula yang tidak mewajibkan.
- Perhiasan wanita (emas, perak, mutiara, berlian dan lain-lain) yang telah cukup nishab, jika dimaksudkan untuk investasi, atau menyimpan kekayaan, wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah cukup haul.
Bahwa maksud dan tujuan utama zakat yang terutama adalah untuk hal-hal sebagai berikut:
- Membersihkan harta kekayaan dari percampuran harta yang haram atau syubhat, karena di dalamnya terdapat hak orang lain.
- Menghapus kemiskinan yang mudah menarik manusia ke jalan yang sesat seperti hasad, dendam dan benci.
- Membersihkan jiwa orang-orang yang kaya dari penyakit kikir, tamak, rakus, egoistik dan ketiadaan rasa belas kasihan serta kesetiakawanan terhadap sesama muslim dan atau manusia pada umumnya.
- Menumbuhkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan sesama.
- Menumbuhkan kekayaan orang yang membayar zakat secara ikhlas.
- Memeratakan kemakmuran dan kesejahteraan, serta menghindarkan penumpukkan kekayaan di tangan segolongan kecil manusia.
- Melepaskan masyarakat muslimin dari keterbelakangan dalam bidang kehartabendaan yang mengakibatkan keterbelakangan di segala bidang kehidupan.
Komisi Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta mengharapkan kepada para ulama, muballigh dan da’i agar meningkatkan kesadaran umat Islam untuk membayar zakat.
Jakarta, 5 Syawwal 1420 H.
12 Januari 2000 M.
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA |
|
Ketua, ttd Prof. KH. Irfan Zidny, MA |
Sekretaris, ttd KH. Drs. M. Hamdan Rasyid, MA |
Mengetahui, | |
Ketua Umum, ttd KH. Achmad Mursyidi |
Sekretaris Umum, ttd Drs. H. Moh. Zainuddin |
[1]Sulaiman bin Ahmad arh-Thabrani, Al-Mu’jam al-shagir, (Mausul: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 1983), juz ke-1, hal. 275, no. 453.
[2]Isma’il bin Umar bin Kasir ad-Dimasyqi Abu al-Fida’, Tafsir Ibn Kasir, (Beirut: Dar al-Fikrm, 1401), juz ke-1, hal. 56.
[3]Lihat Nail al-Authar Juz IV h. 147 dan Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzah Juz V h. 324.
[4]Yusuf al-Qardlawi, Op.Cit.:juz I, hal 14-126.
[5]Ibid.