JAKARTA – Sekretaris Umum MUI DKI Jakarta KH Yusuf Aman mewakili Ketua Umum membuka Pelatihan Jurnalis Muslim yang digelar MUI DKI di Ruang Audio Visual Jakarta Islamic Centre, Selasa (26/2/2019).
Kyai Yusuf dalam sambutannya mengatakan, era industri 4.0 yang menuntut segalanya instan dan termobilisasi dalam digitalisasi konsep, maka keniscayaan umat utamanya milenial untuk mampu menyesuaikan diri menjadi sebuah kebutuhan yang mendasar.
Generasi muda di era yang juga dikenal dengan era milenial ini nyatanya sudah terintegrasi tanpa lagi mengenal batasan. Media sosial, menjadi hal lumrah dalam keseharian para pejuanh dakwah. Tak ayal kita dapati orang yang lebih sibuk dengan gadget ketimbang keadaan sekitar.
Kehangatan berwarga negara seolah luput dalam panasnya perang argumen dalam media sosial. Generasi milenial kemudian diharapkan mampu untuk terus bijaksana dalam memanfaatkan peluang 4.0 ini tanpa menghilangkan prinsip hangatnya bersentuhan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Terbukanya informasi di dunia online juga turut menyumbang terciptanya jutaan hoax yang tak ayal membuat kita ragu mana beeita yang benar dan mana yang salah menurut masing-masing pihak. Hoax adalah bagian dari keburukan yang jika terus disebar dan dibiarkan tanpa kita mampu memahami akibat buruknya.
Dalam industri 4.0 juga banyak ditemui ahli-ahli agama, ahli-ahli ekonomi, ahli-ahli politik yang kesemuanya tanpa sertifikasi keahlian selain jari yang bermain lincah melalui media sosial.
Pergeseran ini disinyalir tak hanya terjadi di Jakarta, Indonesia saja, namun melangkah jauh ke negeri Siria, Mesir atau Sudan tak ayal kehormatan kepada Ulama kini menipis. Pergeseran rujukan informasi agama tak lagi kepada ahli-ahli dibidangnya dan hal ini sangat membahayakan.
“Generasi milenial yang kesehariannya dihabiskan didalam kepintaran gadget seringkali menjadi penghambat dalam mencerna pendidikan,” kata Kyai Yusuf.
Nama-nama game digital tak luput dalam ingatan sementara kisah-kisah Nabi sekedar pelengkap materi Madrasah. Minimnya mengaji langsung dengan Kyai, Ustadz, Ustadzah mengakibatkan perbedaan interpretasi atas sesuatu hal. Alhasil beberapa interpretasi ayat mulai muncul, sebagai contoh ayat yang menganjurkan mengurangi istri digunakan sebaliknya seolah mendukung poligami.
Mempelajari Kitab-kitab ke Islaman memang harus dipahami secara utuh. Baik secara teologis ataupun sosiologis. Dalam hal ini para peserta Pelatihan Jurnalistik yang diprakrsai oleh Bidang Informasi dan Komunikasi MUI DKI Jakarta diharapkan mampu menjadi pejuang dakwah yang otentik dengan banyak melakukan check and balancing pada setiap informasi yang diterima.
“Kearifan dalam memilah informasi adalah solusi penyembang dalam menghadapi industri 4.0 pada diri kita Siapapun yang memiliki kearifan akan menjadi pemenang karena Ianya yang mampu mendahulukan saat kearifan dan kebenaran harus didahulukan,” kata Mantan Ketua MUI Jakarta Pusat ini.
Akhir kata, selamat melaksanakan Pelatihan Jurnalistik ini semoga kita semua akan menjadi pejuang-pejuang Islam yang selalu menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.